Oleh : Lisa
Aprilia
Mimpi
ku, seorang Bintang, hanya sederhana. Aku tak minta sesuatu yang macam-macam.
Aku tak minta rumah mewah, bergelimang harta, dan bukan juga mobil sport macam
Lamborghini. Aku hanya ingin, aku dapat merasakan yang namanya mengenyam
pendidikan, yang namanya merajut mimpi, yang namanya menggapai cita-cita.
Sederhana bukan? Setiap malam, aku selalu mengirim doa pada Yang Maha Kuasa,
bersimbah air mata di hadapanNya. Tapi selama sebelas tahun aku terus berdoa,
yang isinya itu-itu saja, selama itu pula Allah belum menjawab dan mengabulkan
doaku. Mungkin ini bukan takdirku, takdirku hanyalah menjadi seorang pengamen
yang bodoh. Tapi itu semua tak membuatku putus asa. Justru membuatku semakin
giat berdoa pada Allah.
“Hamba
tak ingin menjadi pandai, tapi saat hamba pandai, hamba lupa dengan Mu. Hamba
tak ingin menjadi seorang kaya, namun saat hamba kaya iman hamba rusak. Hamba
tak ingin sehat, kalau dikala sehat, hamba melupakan nikmat Mu. Hamba tak ingin
hidup, tapi saat hamba diberi kesempatan menghirup oksigen, hamba lalai dengan
perintah Mu. Kalau memang Engkau belum mengizinkan hamba duduk memperhatikan
penjelasan guru, di dalam kelas, tak mengapa, mungkin inilah yang terbaik untuk
hamba,” hanya lima kalimat itu yang dapat aku ucapkan usai shalat.
Umurku
sudah sebelas tahun, tapi aku belum pernah merasakan yang namanya kasih sayang
kedua orangtua. Belaian lembut seorang Bapak, dan pelukan sayang seorang Ibu.
Tak pernah aku mencicipi yang namanya kasih sayang dari orangtua. Aku saja, tak
tahu dimana kedua orangtuaku.
Sejak
kecil, aku hidup di antara debu jalanan, di antara gedung-gedung pencakar
langit yang tinggi, di antara ketamakan manusia-manusia zaman sekarang. Untuk
menghidupi kebutuhanku, aku mencoba mengamen. Kebutuhan hidupku hanya dua,
makanan dan minuman. Tak ada gitar, atau kendang, hanya ada tepukan tangan dan
jentikan jari yang mengiringi nyanyianku. Sejak pemerintah melarang masyarakat
untuk memberikan uang pada pengemis dan pengamen sepertiku, nasibku makin tak
karuan. Hidupku semakin kelam. Apakah pemerintah itu tak punya hati. Boleh saja
mereka melarang masyarakat untuk memberikan uang untuk aku dan teman-temanku,
yang sama-sama mengamen. Dan mereka yang hanya bisa menengadahkan tangan untuk
mengemis. Tapi, pemerintah memberikan kami uang yang pantas untuk kehidupan
sehari-hari, setidaknya pekerjaan untuk kami. Kalian semua hanya bisa memakan
uang rakyat, hanya bisa menyengsarakan nasib kaum lemah. Kalian semakin kaya,
hidup mewah serba kecukupan, sementara kami, hidup dalam penderitaan, hidup
dalam kekejaman ekonomi, dan hidup jauh dari kalimat sederhana.
Kalau
kami tak dapat merasakan nikmatnya hidup dengan uang, setidaknya berikan kami
pendidikan yang layak. Kalau kami pintar, toh nantinya bangsa ini yang semakin
maju. Mana hati nurani kalian? Apakah tak ada satu sajakah hati yang masih
bersih, yang tak ternodai dengan korupsi, yang tak ternodai dengan
kemaksiasiatan, yang tak ternodai dengan keserakahan.
Aku
cuma rakyat kecil yang tak bisa berbuat apa-apa. Ingin melawan, kalian
mengancam, ingin memberontak, kalian mengelak, ingin marah kalian malah
mencemooh.
Akankah
keadilan akan datang. Kalian hanya diperkuda jabatan. Kami muak dengan ketidak
adilan dan keserakahan. Tolong dengarkan suara rakyatmu wahai pemerintah
bi*dab! Dengarkan jeritan marah kami setiap detiknya, jerit marah karena
ketidak becusanmu mengurus negeri tanpa kemudi ini. Negeri kelam yang suram.
Haruskah yang Diatas mengirimkan bala bencana untuk kalian, barulah kalian
sadar akan perbuatan iblis kalian sendiri? Tahukah kalian Indonesia masuk dalam
daftar 100 negara termiskin di dunia. Urutan ke 68. Seharusnya kalian malu,
menjadi seorang pejabat pemerintah, maupun pejabat negara, namun bangsanya
masuk ke dalam daftar negara termiskin.
Hanya
satu yang kuminta! Sejahterakanlah rakyatmu. Entah dengan uang, dengan
pendidikan yang layak, atau pelayanan sosial yang memuaskan, atau setidaknya
engkau berikan kami bahan makanan, sehingga kami tak kekurangan gizi, tidak
mengidap malnutrisi. Banyak keluarga kami yang terkena marasmus dan kwasiokor.
Penuhi janji-janjimu dulu saat kau akan dipilih oleh kami. Mensejahterakan
rakyat, tiada kemiskinan, semua perut rakyat akan kenyang, dijamin semua dapat
pekerjaan dan penghasilan yang tetap, pendidikan akan dinomorsatukan, pelayanan
umum akan dimaksimalkan, tiada kata korupsi. Itu semua janji manismu. Tapi
sekarang, apa yang terjadi? Lebih banyak rakyat yang melarat dari pada yang
berkecukupan, rakyat-rakyatmu kelaparan disini, perut kami kosong selama tiga
hari, sementara kalian disana kekenyangan dengan makanan mewah berbintang lima
yang dibeli dengan uang hasil korup, katamu dulu semua rakyat akan mendapat
pekerjaan dan gaji yang tetap, namun hasilnya nihil. Saudaraku sibuk mengais
sampah di setiap sudut kota, penghasilannya hanya cukup membeli tiga potong roti,
sedangkan tetanggaku sibuk meminta belas kasihan pada para pejalan kaki dengan
mengemis. Kalau katamu pendidikan dinomorsatukan, kenapa aku masih mengamen dan
bukannya belajar di dalam gedung sekolah. Bukti lain kegagalanmu memimpin
Indonesia pelayanan umum yang minus. Tak ada kata Rumah Sakit untuk kami,
karena kami tentu tak punya uang untuk membayar biaya Rumah Sakit yang mahalnya
selangit. Tiada kata korupsi? Bohong besar. Tiada hari tanpa kata korupsi.
Hak-hak milik rakyat kau rampas juga. Dasar PHP! Pemberi Harapan Palsu.
“Hmmm…
ceritamu bagus banget Bintang!” pujiku usai membaca karangan bocah 11 tahun
yang sedang duduk di sampingku ini.
“Makasih
Kak. Sekarang, aku bisa membuktikan kan, walaupun aku cuma anak jalanan yang
masih ingusan, yang gak berpendidikan, tapi aku bisa merangkai kata-kata untuk
mengkritik para Iblis Indonesia, yang merampas kesejahteraan dan kebahagiaan
kami Kak!” Bintang berkata dengan semangat yang membara.
Aku
salut padanya. Rencananya, karangan buah karya Bintang Rizky Diwangga itu akan
kukirimkan untuk mengikuti lomba tulis cerpen yang bertema kritik untuk
pemerintah. Dan tulisannya itu menyentuh hati. Setelah membaca karangan
Bintang, hatiku jadi tergerak. Suatu saat nanti, aku akan mendirikan sekolah
gratis untuk anak-anak kurang mampu. Agar mereka nanti bisa meneruskan
kepemimpinan bangsa ini. Agar mereka bisa melambungkan nama Indonesia di kancah
dunia, dalam bidang apapun. Agar mereka dapat menghapus fakta, bahwa Indonesia
masuk ke dalam daftar 100 negara termiskin di dunia. Bintang, kamulah
harapanku!
0 komentar:
Posting Komentar