Pengertian Hakikat
Hakikat disini bukanlah
sebagaimana dalam pandangan ahlul tarekat yang membagi manusia menjadi 3
tingkatan : ma’rifat, syari’at dan hakikat. Yang mana jika manusia masih
mengerjakan shalat maka dikatakan baru pada tingkat ma’rifat. Dan menurut
mereka, tingkatan yang tertinggi adalah hakikat.
Sebagaimana pemahaman kita, jika ada seseorang yang tata cara shalat dan
wiridnya tidak ada sumber/dalilnya dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, maka
itu adalah bid’ah. Namun mereka (ahlul tarekat) menjawab bahwa memang benar
jika hal itu dilihat/ditinjau dari sisi ma’rifat dan syari’at, tetapi jika
ditinjau dari sisi hakikat, maka itu bukanlah bid’ah. Ini adalah hal yang
sangat aneh dalam agama kita. Bahwa kata mereka sesungguhnya orang yang sudah
sampai kepada tingkat hakikat itu sekalipun syari’atnya bertentangan dengan
islam tidaklah masalah, karena ia sudah melalui tahapan itu.
Padahal kalau dikaitkan dengan pemahaman tentang hakikat, maka manusia
yang paling memahaminya adalah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, tapi beliau
tidak meninggalkan syari’at. Bahkan beliau setiap malam melaksanakan
Qiyamullail sampai kaki beliau bengkak. Dan ketika beliau ditanya kenapa
“menyiksakan” dirinya untuk melakukan hal tersebut padahal Allah telah
memberikan jaminan diampuni dosa beliau yang lalu maupun yang akan datang. Maka
jawab beliau :
“Tidakkah pantas
kalau aku ini menjadi hamba yang bersyukur?”
Karenanya Islam mengajarkan, bahwa
yang dimaksud dengan hakikat disini adalah memahami arti sebenarnya/esensi dari
segala sesuatu, baik yang berkaitan dengan dunia maupun akhirat.
Sebagai contoh :
- Dalam QS. 2 : 154
“Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap orang yang gugur dijalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
Yang dimaksud dengan hidup
disini adalah hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, dimana
mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan disisi Allah, dan hanya Allah sajalah
yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
- Hakikat kekayaan sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi Wasallam :
Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda : “Tidak disebut kaya karena banyak
hartanya, tetapi yang disebut kaya (yang sebenarnya) adalah kekayaan
jiwa. “ (HR. Bukhari-Muslim)
- Hakikat orang yang kuat
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Yang dinamakan orang kuat
adalah bukan orang yang kuat bergulat. Orang yang kuat adalah orang yang dapat
mengendalikan hawa nafsunya pada waktu marah.” (HR. Bukhari-Muslim)
- Hakikat kecantikan bukanlah sebagaimana kecantikan
para selebritis, atau hakikat kepintaran bukanlah sebagaimana terlihat
pada fisiknya (botaknya seorang professor).
Dengan demikian, tujuan dari kita mengetahui hakikat adalah agar kita
memahami segala sesuatu supaya kita tidak tertipu. Namun seorang muslim memang
tidak harus tahu hakikat dari segala sesuatu. Sebab sumber dari hakikat adalah
Allah dan Rasul-Nya.
I. Hakikat
Manusia
Siapakah manusia sesungguhnya menurut pandangan Allah dan Rasul-Nya ?
a.
Status Manusia
Manusia disisi Allah adalah sebagai salah satu ciptaan (makhluk) Allah.
Sebagaimana dalam QS. 96 : 2
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
QS. 2 : 21
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
Makna yang paling mendasar yang dapat diambil dari hal
ini (manusia sbg makhluk) adalah bahwa manusia memiliki kekurangan dan
keterbatasan. Sesungguhnya semua yang diciptakan oleh Allah memiliki kekurangan
dan keterbatasan. Sedangkan Allah Maha Sempurna, tidak memiliki kekurangan,
keterbatasan atau kelemahan. Yang menunjukkan hal tersebut adalah ucapan
“Subhanallah”, “Maha Suci Allah dari serba kekurangan dan keterbatasan”. Oleh
karena itu tidaklah pantas manusia sebagai ciptaan untuk menyombongkan dirinya.
Allahlah yang pantas untuk sombong, karena Allah adalah Dzat Yang Maha
Sempurna.
b.
Unsur Penyusun Manusia/Potensi Penyusun Manusia
Manusia sebagai ciptaan disusun atas 3 unsur :
1)
Jasad/Fisik
Bahan baku
manusia ketika manusia pertama (Nabi Adam a.s) diciptakan adalah berasal dari
tanah. Adapun hakikat tanah itu penuh kehinaan. Selanjutnya manusia keturunan
Adam berasal dari air mani (air yang hina). QS. 15 : 28-30
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Maka bersujudlah para malaikat
itu semuanya bersama-sama.” QS. 32 : 7-8
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya
dari saripati air yang hina (air mani).”
Mengapa manusia diciptakan dari tanah ? Padahal jika Allah mau, bisa saja
manusia diciptakan dari emas. Namun hikmahnya adalah agar manusia tidak
menyombongkan diri dengan menyebut asal kejadiannya/penciptaannya, sebagaimana
iblis yang senantiasa mengungkapkan asal-usulnya dan membanggakan keturunannya.
Sehingga jika ada manusia yang senantiasa membanggakan asal-usulnya maka ia
memiliki sifat iblis.
QS. 15 : 31-33
“Kecuali iblis. Ia enggan ikut bersama-sama (malaikat) yang sujud itu.
Allah berfirman : “Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama
mereka yang sujud itu ? Berkata iblis : “Aku sekali-kali tidak akan sujud
kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Sebenarnya manusia tidaklah dilihat dari asal-usulnya, tapi dilihat dari
amalannya/ketakwaannya. Karena sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah
adalah yang paling bertakwa. Bukannya karena asal-usul atau
kecantikan/ketampanan. Jadi asal-usul atau kecantikan bukanlah indikasi
kemuliaan seseorang dan bukan pula hal yang perlu kemudian dieksploitir.
2)
Ruh
Ruh adalah merupakan salah satu
tanda kekuasaan Allah. QS. 32 : 9
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam (tubuh)nya ruh
(ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
QS. 17 : 85
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah : “Roh itu termasuk
urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
Ruh kita membutuhkan dzikrullah agar hati kita menjadi tentram.QS. 13 :
28
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi
tentram.”
Dan perumpamaan antara yang berdzikir dan yang tidak berdzikir adalah
antara yang hidup dan yang mati.
3)
Akal
Akal diberikan oleh Allah agar digunakan untuk menuntut ilmu. Dengan
akal, manusia memiliki ilmu yang digunakan untuk membedakan yang haq dan yang
bathil. Jadi jika seseorang senantiasa menuntut ilmu tapi tidak bisa
mengantarkannya untuk mengenal mana yang haq dan yang bathil, maka ilmu
tersebut tidak berguna baginya. QS. 2 : 31-32
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! Mereka
menjawab : “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” QS. 16 : 78
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.”
Pengertian Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah peran ataupun fungsi yang harus dijalankan oleh
setiap manusia. Kata manusia berasal
dari kata “ manu ” dari bahasa Sanksekerta atau “ mens ” dari bahasa Latin yang
berarti berpikir, berakal budi, atau bisa juga dikatakan “ homo ” yang juga
berasal dari bahasa Latin. Hal yang
paling penting dalam membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah dapat
dikatakan bahwa manusia dilengkapi dengan akal, pikiran, perasaan dan keyakinan
untuk mempertinggi kualitas hidupnya di dunia.
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki derajat
paling tinggi di antara ciptaan yang lain.
Pada dasarnya manusia diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan kedudukan sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.
‘
Berikut penjelasan yang lebih rinci mengenai makhluk individu dan makhluk
sosial.
- Pengertian
Manusia Sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai makhluk individu mempunyai sifat-sifat individu khas yang
berbeda dengan manusia lainnya. Manusia
berbeda dengan manusia lainnya. Manusia
sebagai individu bersifat nyata, yaiut mereka berupaya untuk selaliu
merealisasikan kepentingan, kebutuhan, dan potensi pribadi yang
dimilikinya. Hal tersebut akan terus
menerus berkembang menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan yang dialaminya
dan pertumbuhan yang ada pada dirinya.
Setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan
pribadinya guna memenuhi berbagai kebutuhan dan mempertahankan hidupnya.
- Pengertian
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang tidak
dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Setiap manusia normal memerlukan orang lain dan hidup bersama-sama
dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Aristoteles,
menyatakan bahwa manusia adalah zoom politicon, yang berarti selain sebagai
makhluk individu, manusia juga termasuk dalam makhluk sosial yang harus
berinteraksi dengan manusia lain. Pada
zaman purba, ketika kebutuhannya belum lengkap.
Manusia sering memenuhi kebutuhannya dengan membuat dan mencari
sendiri. Namun dengan semakin meningkat
kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan orang lain untuk mendukung
kehidupannya. Pada perkembangan secara
lebih luas dan kompleks, manusia membutuhkan tata masyarakat, lembaga-lembaga
sosial, dan juga membutuhkan negara.
0 komentar:
Posting Komentar